[PERNYATAAN] Perempuan migran dan pengungsi: Bersatu dengan semua perempuan dan rakyat yang tertindas untuk dunia yang bebas dari perang, eksploitasi, dan penggusuran!
Pernyataan IMA Global untuk Hari Perempuan Pekerja Internasional
8 Maret 2025
Aliansi Migran Internasional (IMA) merilis pernyataan ini untuk memperingati Hari Perempuan Pekerja Internasional pada hari ini, 8 Maret 2025. Kami berdiri dan bersatu dengan perempuan yang terus menjadi korban migrasi paksa, perang, militerisme, dan agresi imperialisme.
Sistem kapitalis global tetap terjebak dalam krisis ekonomi dan keuangan. Hal ini terus ditandai oleh perlambatan ekonomi, pengangguran yang meluas, dan ancaman stagflasi serta resesi yang semakin meningkat. Ketidakmampuan kapitalis untuk mendapatkan keuntungan dari barang karena overproduksi (produksi berlebihan), dan penerapan kebijakan neoliberal yang semakin meningkat telah menyebabkan ketergantungan luas pada remitansi luar negeri yang dihasilkan oleh pekerja migran, terutama perempuan. Inflasi, stagnasi (mandek/ berhenti) upah, dan ketidakamanan kerja juga memaksa semakin banyak perempuan untuk bekerja di luar negeri, jauh dari keluarga mereka. Krisis iklim telah meningkatkan frekuensi bencana alam dan kehilangan lahan, mempengaruhi sebagian besar negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang tetap terbelakang dan agraris akibat dominasi imperialisme. Ini semakin mendorong perempuan untuk bekerja di luar negeri dan menjadi sumber tenaga kerja murah.
Setelah berada di luar negeri, perempuan migran menghadapi diskriminasi yang lebih kuat dengan akses yang tidak setara terhadap sumber daya, pendidikan, dan perlindungan yang terus berlangsung. Perempuan migran seringkali cenderung bekerja di sektor-sektor informal, upah rendah, dan tidak teratur, seperti pekerjaan domestik dan perawatan, dan lebih terpengaruh oleh proses 'de-skilling' (penurunan keterampilan/ kemampuan). 40,7% perempuan migran cenderung memiliki kualifikasi yang lebih tinggi untuk pekerjaan mereka, dibandingkan dengan 21,1% di antara perempuan lokal di negara tuan rumah.
Perempuan juga terus-menerus terkena dampak yang tidak proporsional oleh proteksionisme ekonomi, perang, dan fasisme yang dilakukan oleh negara-negara imperialis. Lebih dari 75% jumlah perempuan dan anak-anak yang berisiko menjadi pengungsi dan orang-orang tergusur akibat perang, kelaparan, penganiayaan, dan bencana alam. Perempuan migran menjadi target rentan dari pencarian kambing hitam oleh pemerintah dan masyarakat tuan rumah (negara tujuan). Mereka disalahkan dan diserang atas krisis ekonomi di negara tuan rumah, dimana mereka bekerja. Kebijakan dan praktik anti-migran menyebarkan chauvinisme nasional, xenofobia, dan kekerasan fasis terhadap perempuan migran, pengungsi, dan perempuan kulit berwarna.
Migrasi paksa yang dipicu oleh konflik, krisis ekonomi, dan eksploitasi neoliberal sering kali dibingkai sebagai “kesempatan” hanya karena mengakomodasi lebih banyak perempuan dalam industri ekspor tenaga kerja. Ini bukan semangat kesetaraan gender dan feminisme yang seharusnya kita rayakan. Di tengah berbagai krisis ekonomi dan perang yang semakin meningkat, semua pekerja migran dan pengungsi perempuan harus bersatu dan berjuang untuk menumbangkan imperialisme dan para propagandanya. Dengan genosida terang-terangan Israel terhadap Palestina dan kembalinya pemerintahan Trump, kita sekarang melihat bahwa para imperialis dengan cepat mengungkapkan sifat fasis mereka yang sebenarnya.
Perempuan migran dan pengungsi adalah bagian dari gerakan perempuan militan yang berjuang untuk hak dan keadilan mereka. Pada Hari Perempuan Pekerja Internasional tahun ini, IMA menegaskan kembali komitmen kami untuk berjuang bersama semua perempuan pekerja demi dunia yang adil di mana tidak ada perempuan yang dipaksa meninggalkan rumahnya, tidak ada perempuan yang diperlakukan sebagai objek kekerasan fisik dan seksual, dan tidak ada perempuan yang dipaksa untuk menanggung penindasan dan eksploitasi.