Pernyataan Sikap Aliansi Migran InternasionalPada Peringatan Hari Migran Internasional18 Desember 2020
Berjuang Untuk Hak, Martabat dan Kesejahteraan
Bangun Tatanan Dunia Baru Berdasarkan Keadilan dan Solidaritas
Dalam memperingati Hari Migran Internasional, Aliansi Migran Internasional (IMA) menyerukan kepada seluruh migran, pengungsi dan keluarganya untuk bersatu dan berjuang untuk hak, martabat dan kesejahteraan. Pandemi virus corona yang masih tidak bisa dikontrol terus merenggut hidup dan penghidupan rakyat di seluruh dunia, memperparah kerusakan dan penderitaan rakyat akibat perampasan, eksploitasi dan perang imperialis. Saat dunia memberlakukan lockdown, buruh dan pelajar migran, migran ditengah transit dan barak, pengungsi dan rakyat tergusur lainnya terperangkap dalam situasi yang bahkan lebih rentan.
Karena status hukum dan pekerjaan kami, kami berisiko lebih tinggi tertular dan menularkan virus corona. Hal ini dapat dilihat pada penyebaran Covid-19 di banyak penampungan di Singapura, Maladewa dan Negara-negara teluk, dirumah-rumah jagal dan pabrik pengepakan daging di Amerika Serikat dan Jerman, perkebunan di Kanada, Pusat Penahanan di Malaysia, dan kamp pengungsi di Yunani dan Bangladesh.
Meskipun demikian, kami sering kali berada pada urutan yang terakhir untuk mendapatkan perawatan medis atau layanan kesehatan, itupun jika kami memiliki akses ke fasilitas kesehatan. Disaat HAM kami atas kesehatan tidak diperhatikan, aksi-aksi rasis dan xenophobia terhadap kami meningkat, karena migran dijadikan kambing hitam sebagai pembawa virus atau sebagai pengguna gratis layanan publik yang semakin terbatas selama beberapa dekade karena kebijakan pengurangan dan privatisasi neoliberal.
Pada saat kami berada diurutan terakhir untuk mendapatkan perawatan kesehatan, kami berada digaris terdepan dalam hal kehilangan pekerjaan. Tindakan lockdown ketat yang diterapkan oleh banyak pemerintah berdampak lebih besar pada sektor-sektor yang mengandalkan tenaga kerja buruh migran, seperti transportasi, perkapalan, pariwisata, ritel, konstruksi dan pertanian. Banyak pemegang visa sementara seperti pelajar juga kehilangan sarana dukungan finansial mereka.
Lockdown dan penutupan perbatasan telah menyebabkan ribuan orang terlantar, mereka tidak dapat menghidupi diri mereka sendiri dilokasi mereka berada dan juga tidak bisa pulang. Mereka juga tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah karena status migrasi mereka. Akibatnya, banyak dari kami jatuh dalam kemiskinan, terpaksa bergantung pada pembagian amal untuk kebutuhan dasar kami, atau terpaksa untuk menerima kondisi kerja yang lebih eksploitatif agar mampu bertahan.
Akan tetapi, pelecehan dan eksploitasi yang dialami oleh buruh migran dan pengungsi bukan semata-mata akibat pandemi Covid-19. Krisis kesehatan dan ekonomi yang dipicu oleh virus Corona sekali lagi menunjukan dengan jelas bahwa tenaga kerja migran merupakan bentuk dari tenaga kerja fleksibel yang menjadi alat vital bagi kapitalis monopoli untuk meningkatkan keuntungan serta untuk mengatasi krisis kapitalis, khususnya di era neoliberalisme. Selama ekspansi ekonomi, mempekerjakan buruh migran membantu kapitalis untuk menekan kecenderungan kenaikan upah karena pasar tenaga kerja semakin ketat di beberapa sector dan industri, ataupun ekonomi secara keseluruhan. Dalam situasi krisis yang semakin kronis seperti saat ini yang dipicu oleh Covid-19, buruh migran bahkan lebih bermanfaat bagi kapitalis – terutama para buruh migran yang tidak berdokumen. Mereka bisa lebih mudah di PHK, dideportasi atau dipertahankan dengan situasi kerja yang sangat eksploitatif dan kejam. Lagi, para kapitalis dapat berhemat karena tidak harus membayar tunjangan PHK, asuransi pengangguran dan sebagainya.
Sementara itu, negara-negara pengekspor buruh migran, yang telah lama dijarah oleh imperialis dan menjadi negara terbelakang, dibiarkan untuk menghadapi pengangguran yang lebih tinggi dan remiten yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah dan hutang yang semakin besar. Para migran yang dipulangkan bergabung dengan barisan pengangguran yang semakin besar, sementara buruh migran yang berhasil mendapatkan pekerjaan baru di luar negeri menjadi sasaran biaya wajib untuk mengisi pundi-pundi pemerintah yang semakin menipis.
Namun, para migran juga menunjukan ikatan yang kuat antar rakyat di dunia. Para migran berada digarda terdepan dalam memberikan perawatan pada orang yang sakit dan yang sekarat. Di Negara-negara kapitalis maju, satu dari lima pekerja kesehatan adalah buruh migran. Disaat masyarakat dunia berlindung dirumah, buruh migran terus bekerja keras diladang, mengirimkan makanan dan barang-barang kebutuhan pokok, merawat anak-anak, membersihkan rumah, dan memelihara infrastruktur yang membuat kita tetap hidup. Remiten mereka terus menopang konsumsi domestik di negara-negara pengekspor tenaga kerja, menjaga rumah tangga dan ekonomi tetap bertahan.
Pandemi Covid-19 merupakan peringatan yang keras bahwa kita membutuhkan system sosial dan ekonomi yang baru, dimana buruh dipekerjakan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan masyarakat, terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan peduli terhadap lingkungan, bukan hanya untuk memperkaya segelintir orang. Hal ini mengingatkan kita bahwa mereka yang diuntungkan dari sistem saat ini - elit-elit kapitalis monopoli dan pemerintahan yang melayani mereka – merupakan hambatan prinsipil utama terhadap visi tatanan dunia baru yang adil.
Alih-alih memprioritaskan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial, banyak pemerintahan telah menjalankan respon militeristik atas pandemi – bahkan mempergunakan pandemi sebagai dalih untuk menekan perbedaan pendapat dan membatasi kebebasan sipil. Mereka melecehkan dan mengintimidasi pembela hak asasi manusia, menyensor media, menggunakan kekuatan yang besar dan memenjarakan pemprotes tanpa pengadilan, mempergunakan hukum sebagai senjata untuk melawan kritik dari rakyat dan meningkatkan belanja negara untuk militer dan aparat keamanan negara. Beberapa negara mengirimkan kekuatan keamanan negara atau pasukan paramiliter untuk melakukan eksekusi diluar hukum.
Pada saat yang sama, kapitalis monopoli menggunakan krisis Covid sebagai kesempatan untuk merampas lebih banyak subsidi (bantuan keuangan untuk perusahaan) dari keuangan negara dan mengadopsi cara baru untuk menghasilkan lebih banyak keuntungan besar dari penghisapan dan penindasan terhadap rakyat pekerja. Hal ini termasuk menggunakan teknologi baru seperti robot canggih, kecerdasan buatan, internet dan platform digital untuk memantau dan mengontrol cara kita bekerja, belanja, berpindah, bersosialisasi dan berpikir. Ini adalah ide mereka yang disebut “membangun kembali dengan lebih baik”
Aliansi Migran International menyerukan kepada seluruh migran dan pengungsi, di negara penempatan dan negara asal, untuk mempertahankan martabat kita dan menuntut hak-hak kita di tengah pandemi global dan berjuang menuntut hak kita yang diabaikan akibat dari pandemi tersebut. Kita harus memperkuat persatuan kita dan bersepakat untuk menghentikan diskriminasi dan kekerasan terhdap migran; mengakhiri kriminalisasi dan tindakan keras brutal yang mentarget para migran; menghentikan penggrebekan dan deportasi terhadap buruh migran yang terlibat dalam serikat pekerja atau kegiatan politik; menuntut pemulangan yang aman bagi para buruh migran yang terdampar di darat dan di laut.
Kita harus membangkitkan kesadaran para migran dan rakyat tentang akar dari migrasi paksa, penghisapan, diskriminasi dan perang - Sistem kapitalis monopoli atau imperialis itu sendiri. Kita harus terus mengorganisasikan barisan kita dan membangun gerakan kita. Kita harus memperkuat solidaritas dengan organisasi rakyat, serikat, dan gerakan yang melawan berbagai intrik imperialis.
Hanya melalui perjuangan yang terus menerus kita membangun kekuatan kolektif kita sehingga kita bisa menghancurkan sistem kapitalis monopoli dan membangun tatanan dunia baru berdasarkan keadilan dan solidaritas. ###